Translate

Selasa, 16 Januari 2024

Restitusi - Segitiga Restitusi

Segitiga Restitusi




Sisi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

  • Berbuat salah itu tidak apa-apa.
  • Tidak ada manusia yang sempurna
  • Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
  • Kita bisa menyelesaikan ini.
  • Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
  • Kamu berhak merasa begitu.
  • Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi kooperatif.

Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari di modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.

Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah.  Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang.

Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehehaviour)

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk,  pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

  • “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
  • “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
  • “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
  • “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid.

Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah,  namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.

Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang tadinya tidak terjangkau,  menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.

Sisi 3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

  • Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
  • Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
  • Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
  • Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?

Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?

Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut



Jumat, 07 Oktober 2022

2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3

Coaching Untuk Supervisi Akademik 

Oleh : Ahmad Sarip, S.Pd - CGP Angkatan 5 - Kutai Kartanegara


Salam dan Bahagia.....
Pada kesempatan ini saya akan merefleksikan pengalaman belajar saya selama mengikuti program guru penggerak angkatan 5 tahun 2022 hingga modul 2.3. Coaching Untuk Supervisi Akademik.

Sahabat yang berbahagia...
Dalam perjalanan saya mengikuti program guru penggerak angkatan 5 hingga modul 2.3 ini telah banyak merubah cara pandang saya terkait dunia pendidikan yang saya ada di dalamnya yang merupakan tempat saya untuk membagikan pengetahuan dan pengalaman terbaik saya bagi peserta didik saya.

Sahabat yang berbahagia...
Awalnya hanya ingin tahu untuk menambah pengetahuan dan keterampilan saya sebagai guru, kini mulai ingin memberikan contoh terbaik khususnya dalam komunitas sekolah saya yang akan berdampak pada lingkungan sekolah tempat saya mengajar yang berpihak pada murid.

Sahabat yang berbahagia...
Kebahagiaan sesungguhnya seorang guru bukan hanya pada saat melihat akan didiknya sukses melainkan yang terdekat ialah bagaimana bisa memberikan semua hak yang dibutuhkan peserta didik secara menyeluruh.

Sahabat yang berbahagia...
Hal yang masih sangat sulit bagi saya adalah bagaimana saya menggerakkan komunitas praktisi khususnya di sekolah saya.
Dimana saya mengajar masih belum bisa mengajak rekan-rekan lainnya untuk bersama mengevaluasi proses pengajaran yang berpihak pada murid dimana masih memfokuskan pengajaran hanya pada konten bukan pada proses pembelajaran yang berpihak pada murid.
Sulit bukan berarti tidak mungkin saya lakukan untuk bisa menjadi pemimpin dalam pembelajaran.

Budaya positif yang mestinya harus dikembangkan masih belum bisa secara sepenuhnya berkembang di sekolah saya karena masih bergantung pada hukuman dan imbalan dalam mendisiplinkan murid.

Keterbatasan tenaga pendidik yang bisa bersama membangun budaya positif masih saya upayakan membangun hubungan baik dengan rekan saya yang terbatas di sekolah.

Kompetensi sosial dan emosional yang sudah saya miliki meliputi, kesadaran diri, managemen diri, dan kesadaran sosial. Sedangkan pada keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab masih perlu saya kembangkan dan belajar lebih dalam lagi agar dapat mencapai kesadaran penuh.

Dengan mengikuti guru penggerak saya sudah mulai menyadari pentingnya mengembangkan KSE bukan hanya memperdalam konten pembelajaran saja.

Saya sadari bahwa murid merupakan pribadi yang unik, di mana masing-masing anak memiliki karakter yang berbeda. Maka perlunya pembelajaran yang berdiferensiasi guna memenuhi kebutuhan belajar murid secara holistik.

Keterampilan coaching sangat diperlukan bagi pemimpin pembelajaran karena dapat membantu rekan-rekan bisa mengembangkan potensi masing-masing yang berasal dari diri coachee tendiri.
coach dapat mengembangkan potensi coachee dengan konsep kemitraan yang menekankan pertanyaan yang mengarahkan coachee dapat menyelesaikan permasalahannya dari hasil penelusuran yang bersumber dari diri coachee sendiri.

Sekian dari saya
Semangat belajar
Semangat pembaharuan diri
Salam dan Bahagia..




Selasa, 20 September 2022

2.2.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 2.2. Pembelajaran Sosial emosional

 Pembelajaran Sosial emosional

oleh. AHMAD SARIP, S.Pd
CGP Angkatan 5 tahun 2022, Kutai Kartanegara

Silakan jawab pertanyaan di bawah ini dengan menyelami pengalaman dan  pemahaman Anda hingga tahap ini.
  1. Sebelum mempelajari modul ini, saya berpikir bahwa …… sehingga…..Setelah mempelajari modul ini, ternyata ………….
  2. Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being),  3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari adalah:
  3. Berkaitan dengan no 2, perubahan yang akan saya terapkan di  kelas dan sekolah:
1)  bagi murid-murid:
2)  bagi rekan sejawat:



  1. Sebelum mempelajari modul ini, saya berpikir bahwa mengontrol penuh murid dengan mengarahkan murid sesuai dengan apa yang saya arahkan sehingga kelas menjadi diam dan tenang, selama jam pelajaran dapat membuat tujuan pembelajaran berhasil. 

Setelah mempelajari modul ini ternyata diam dan tenang bukan berarti pembelajaran yang kita lakukan berhasil karena pembelajaran yang kita lakukan tidak sampai ke seluruh murid yang di kelas. dengan perbedaan karakteristik dalam kelas perlunya diferensiasi dalam pembelajaran serta kesadaran penuh dengan penguasaan kompetensi sosial emosional yang baik akan meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran di kelas.


  1. 3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari adalah:

  • Mendidik bukan membuat lembaran baru untuk murid melainkan menguatkan apa yang telah ada pada murid sesuai dengan kodradnya. Pendidikan itu adalah menguatkan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak; agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

  • Mendidik pikiran tanpa mendidik hati, adalah bukan pendidikan sama sekali” (Aristoteles, Filsuf). 

Sebagai pendidik seharusnya dalam mendidik bukan hanya pikirannya melainkan harus bisa sampai pada hatinya karena akan lebih bermanfaat dan dapat menjadi bekal bagi murid. Murid diajak agar tergerak oleh motivasinya sendiri untuk belajar


  • Dialog tidak dapat terjadi tanpa kerendahan hati (Paulo Freire)

Dalam komunikasi pendidikan terkadang guru akan marah dan menghujat muridnya saat murid tidak bisa mengikuti instruksi dari guru. Berdasarkan teori keragaman murid memiliki cara tersendiri untuk memulai sesuatu, b

uatnya sesuatu agar murid mau tergerak bukan karena digerakkan.


  1. Perubahan yang akan saya terapkan di  kelas dan sekolah:

1) Bagi Murid

Setelah saya sampai pada modul ini saya mulai memahami pentingnya mengajar dengan hati bukan dengan saya pikir. apa yang terlihat belum tentu itu kebenarannya dalam hal bagaimana memahami karakter murid. Kesadaran penuh dalam pembelajaran diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang holistik bagi murid untuk mencapai kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being)

2) Bagi rekan sejawat

Dengan saya menerapkan Budaya positif, pembelajaran yang berpihak pada murid dan memiliki kompetensi sosial emosional yang baik diharapkan rekan sejawat saya mulai bisa mengikuti dan tergerak untuk pembelajaran yang bukan hanya mementingkan kompetensi melainkan juga dapat mencapai kesejahteraan psikologi (well being)


Terima kasih Program Guru Penggerak
Salam dan Bahagia



Sabtu, 10 September 2022

2.1.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid

2.1. Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid

oleh ; Ahmad Sarip, S.Pd.

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTjDPg_MhWQfLowQzU6Qt9r4ksG6ju8QCQ4tw&usqp=CAU 





Ki Hajar Dewantara telah menyampaikan bahwa maksud dari pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 
Murid di kelas merupakan pribadi yang unik dimana antara murid yang satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik tersendiri.

Menyadari kepribadian murid yang unik, Guru sudah sewajarnya dapat menciptakan lingkungan belajar yang sesuai dengan tumbuh kembang murid sesuai kodradnya.
Melihat betapa luas keberagaman murid-murid kita, maka sebagai guru, kita perlu berpikir bagaimana caranya kita dapat menyediakan layanan pendidikan yang memungkinkan semua murid mempunyai kesempatan dan pilihan untuk mengakses apa yang kita ajarkan secara efektif sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson (1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. 
Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan;
  1. Tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Baik guru maupun murid memahami tujuan pembelajaran yang dilaksanakan
  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya untuk memenuhi kebutuhan belajar muridnya
  3. Bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang proses belajar mereka. 
  4. Manajemen kelas yang efektif. walaupun murid melakukan kegiatan yang mungkin berbeda-beda, namun kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, kemudian menyesuaikan rencana dan proses pembelajaran.

Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar murid.

Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat melihat kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu;
  • Kesiapan belajar murid (readiness)
  • Minat murid 
  • Profil belajar murid

Kesiapan belajar murid

Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik, biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda.

disini digambarkan kita sebagai guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan berupaya untuk menyelaraskan proses pembelajaran agar dapat menghasilkan yang terbaik.

Adaptasi dari “The Equalizer” (Tomlinson 2001: 47)

Minat murid 

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri. Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut: 
  • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar; 
  • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran; 
  • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan; 
  • meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Minat dapat dibedakan dalam 2 perspektif yaitu Minat situasional dan Minat Individu.
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya adalah dengan: 
  • menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb); 
  • menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid; 
  • mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid, 
  • menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning).
Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.

Profil Belajar Murid 

Tujuan dari memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara alami dan efisien.

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
  • Preferensi terhadap lingkungan belajar
  • Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
  • Preferensi gaya belajar. Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu: gaya belajar Visual, Auditori, dan Kinestetik
  • Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences)

Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid, refleksi murid, dan terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan lebih mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya. 

Kelas bukan terdiri dari 1 jenis murid saja melainakan terdapat keberagaman karakteristik murid. Menyadari akan keberagaman murid, sebagai guru saya berfikir bagaibana cara menyediakan layanan pendidikan yang dapat diterima oleh seluruh murid saya dalam kelas. JIka tidak dapat merespon keberagaman murid, akan muncul kesenjangan yang terjadi dalam proses penerimaan pelajaran dalam kelas. 
Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk merespon karakteristik murid-murid yang beragam ini adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi.



Terima Kasih 
Salam dan bahagia

Senin, 29 Agustus 2022

1.4.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.4_Budaya Positif

 BUDAYA POSITIF

Oleh : AHMAD SARIP, S.Pd. - GP A5
Sebagai lahan tempat tumbuh kembangnya murid, Sekolah harus memiliki lingkungan belajar yang positif agar tumbuh kembang anak dapat berjalan dengan baik yang dapat menciptakan kebiasaan-kebiasaan baik yang nantinya akan menciptakan budaya positif di lingkungan Sekolah.
Salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif.
Penerapan disiplin positif di sekolah dengan cara merubah paradigma tentang makna disiplin yang cenderung menuntut kepatuhan anak dengan hukuman. dalam disiplin positif perlu ditekankan ialah penanaman motivasi pada murid-murid untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Motivasi perilaku manusia dapat dibedakan dalam 3 perilaku yaitu, untuk ;
  1. menghindari hukuman, 
  2. memperoleh penghargaan dan 
  3. menjadi orang yang menghargai diri sendiri berdasarkan kepercayaan masing-masing.
Hukuman, konsekuensi, dan restitusi akan selalu mengiringi perkembangan perilaku anak di sekolah. 
Hukuman dianggap identitas gagal dalam menciptakan disiplin positif, sedangkan disiplin positif yang dianggap sukses dimana mampu menerapkan konsekuensi dan restitusi dimana keduanya berdasarkan perencanaan bukan terjadi tiba-tiba.

Bila dikaitkan dengan filosofi Ki Hajar dewantara dimana guru sebagai penuntun untuk membantun akan tumbuh sesuai kodradnya disiplin positif merupakan cara yang dapat digunakan agar anak dapat memperoleh kemerdekaannya yang diarahkan untuk bertindak berdasarkan keyakinan yang diyakini.
dengan peran sebagai guru penggerak dimana diharapkan mampu memimpin perubahan yang mampu berkolaborasi dan berencana untuk mewujudkan prakarsa perubahan untuk membangun karakter anak yang sesuai dengan nilai kebajikan universal.

Disiplin selalu dikaitkan dengan keteraturan dan ketidaknyamanan/hukuman, padahal dalam penerapan disiplin positif hukuman dijadikan alternatif terakhir dalam upaya menciptakan disiplin positif. Berdasarkan pemikiran KI Hajar Dewantara “dimana ada kemerdekaan, di situlah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplinkan diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka".

Disiplin kuat berasal dari dalam diri manusia itu sendiri bukan berasal dari orang lain
Dalam penerapan restutusi sebagai disiplin positif perlu diperhatikan 5 posisi kontrol yaitu, sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau dan manager. Pendidik yang menerapkan disiplin positif menempatkan posisi kontrolnya sebagai manager agar dapat membangun motivasi yang berasal dari dalam diri murid. dengan memperhatikan kebutuhan apa yang sedang dibutuhkan murid. Mencari solusi atas masalah dengan mengembalikan ke keyakinan kelas dan keyakinan nilai yang diyakini.

Setelah saya mempelajari modul budaya positif saya banyak belajar bahwa apa yang dilakukan dalam mendisiplinkan anak bukan hanya dengan hukuman dan membuat akan merasa bersalah tetapi harus bisa menanamkan nilai keyakinan kuat untuk anak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri dengan motivasi intrinsik.

Hukuman sudah berbudaya dalam sekolah dimana setiap pelanggaran akan berujung pada hukuman. Posisi sebagai penghukum sangat kental. Pengalaman pertama saya menerapkan teori budaya positif dengan membuat kesepakatan/keyakinan kelas yang saya buat bersama anak-anak. 
Setelah saya membaca efek dari hukuman dan membuat anak merasa bersalah akan menimbulkan trauma bagi anak saya mulai menerapkan restutusi dalam setiap penanganan kasus indisiplinier yang saya hadapi.

Tanpa saya sadari saya sudah pernah melaksanakan segitiga restutisi hanya saja belum mengetahui konsep dasar penanganan kasus dengan segitiga restutusi. Seperti selalu berupaya meyakinkan anak untuk meyakinin apa yang diyakini di dalam kelas. berusaha mendorong anak untuk selalu sadar akan motivasinya sendiri bukan hanya karena dorongan orang lain.

Selain modul budaya positif yang telah dipelajari pentingnya peran lembaga praktisi dalam sekolah untuk selalu bersinergi dalam mewujudkan budaya positif di sekolah.

RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA

Latar Belakang

Peningkatan prestasi yang diharapkan sekolah dan pendidik akan tercipta jika didukung lingkungan yang kondusif dalam upaya pencapaian karakten yang sesuai dengan nilai kebajikan yang diharapkan.
Budaya positif dapat menciptakan disiplin positif yang kuat untuk menciptankan amanat pendidikan nasional. 
Arti pendidikan tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Motivasi positif dengan mengembangkan dissiplin kuat yang berasal dari dalam diri anaka akan memnumbuhkan kebebasan yang berkarakter sebagai manusia indonesia yang utuh berdasarkan Pancasila.

Tujuan

Menciptakan budaya positif di lingkungan Sekolah

Tolak Ukur

  • Murid memiliki motivasi intrinsik
  • Murid berprilaku berdasarkan nilai yang diyakini bukan karena orang lain
  • Murid mampu menterjamahkan nilai yang terkandung dalam setiap keyakinan kelas.

Linimasa Tindakan yang dilakukan

  • Membuat Kesepakatan/Keyakinan kelas bersama dengan murid
  • Meyakinin nilai yang tersirat dalam setiap keyakinan kelas
  • Memahami konsekuensi dalam setiap perilaku di kelas.
  • Menerapkan segitiga Restutusi

Dukungan yang dibutuhkan.

  • Peran aktif murid
  • peran aktif guru
  • poster-poster keyakinan kelas.
Salam dan Bahagia

Minggu, 14 Agustus 2022

Pemahaman Lokasi Melalui Peta

 

Pemahaman Lokasi Melalui Peta

Kelas VII, Semester ganjil









Ketika berbicara tentang lokasi dan wilayah Indonesia, kita  dibanjiri dengan berbagai istilah geografis seperti garis bujur, garis lintang, garis koordinat, dan legenda. Istilah-istilah ini mengacu pada peta, yang merupakan sistem atau alat terbaru untuk menyimpan dan mengambil informasi tentang lokasi dan lokasi area. 

 Omong-omong, peta tidak hanya berisi informasi tentang satu tempat. Namun, itu juga dapat memberikan informasi tentang distribusi, peristiwa, listrik, dan lain lain. dari area sumber daya alam. Oleh karena itu, sebelum berbicara tentang lokasi dan wilayah Indonesia, ada baiknya untuk terlebih dahulu memperdalam pemahaman Anda tentang lokasi melalui literasi peta.

Komponen Peta

Peta terdiri atas beberapa komponen penyusunannya. Komponen penyusunannya terdiri atas judul peta, skala peta, orientasi utara, simbol peta, garis astronomis, inset, legenda, dan sumber peta. Berikut adalah penjelasan masing-masing komponen peta berdasarkan pendapat Tim Kemdikbud (2017, hlm. 9-14) dimulai dari judul terlebih dahulu.

Judul Peta

Sesederhana nama komponennya, judul peta menyatakan apa isi suatu peta. Sebagai contoh, judul sebuah peta dapat berupa “peta penggunaan lahan di Indonesia”, maka isi dari peta tersebut adalah sebaran penggunaan lahan yang ada di Indonesia berupa permukiman, hutan, perkebunan, dan lain-lain.

Skala Peta

Skala peta menunjukkan perbandingan antara jarak di peta dengan jarak yang sesungguhnya di lapangan. Contohnya, jika skala sebuah peta adalah 1 : 1.000.000, maka objek yang jaraknya 1 cm di peta sesungguhnya adalah 1.000.000 cm atau 1 km di lokasi sebenarnya (lapangan). Skala peta dapat dibedakan menjadi skala angka dan skala garis/grafis.


1. Skala Angka

Skala angka berwujud perbandingan angka, misalnya 1:10.000. Jika tidak disebutkan satuannya di belakang angka tersebut berarti satuan yang digunakan adalah cm, sehingga skala angka tersebut dibaca 1 cm di peta sama dengan 10.000 cm di lapangan.

2. Skala Garis/Grafis

Skala grafis adalah skala peta yang berbentuk garis dengan ukuran tertentu. Biasanya skala garis/grafis disematkan juga pada kolom legenda.

Orientasi Utara






Sebuah peta memiliki orientasi arah utara yang membantu kita untuk mengetahui arah pada peta. Bentuk orientasi biasanya ditunjukkan oleh simbol berbentuk panah dengan bentuk yang bervariasi. Penempatan orientasi utara biasanya pada kolom legenda atau pada bagian yang kosong di muka peta.


Simbol Peta

Simbol peta adalah tanda khusus pada peta yang mewakili objek yang dipetakan. Tujuan simbol peta adalah untuk memudahkan pengguna peta dalam membaca dan memahami isi peta. Berdasarkan bentuknya, simbol peta dapat dibedakan menjadi simbol titik, garis, warna, area, koordinat, inset, legenda, dan sumber peta. Berikut adalah pemaparan masing-masing simbol dalam peta.

1. Simbol Titik

Simbol titik pada peta dapat berupa lingkaran, bujur sangkar, segitiga, dan lainnya. Lambang ibu kota biasanya diberi simbol bujur sangkar, gunung api berbentuk segitiga dan ibukota kabupaten berbentuk lingkaran, seperti pada gambar di bawah ini. Keterangan mengenai simbol biasanya disisipkan pada peta.

2. Simbol Garis

Simbol garis dapat digambar dalam beragam bentuk dan ukuran ketebalan. Ketebalan garis dapat diatur sesuai dengan kaidah perpetaan. Setiap bentuk atau ukuran ketebalan dapat merepresentasikan hal yang berbeda. Simbol jalan biasanya berupa garis kontinu (tanpa putus-putus) dengan ketebalan sesuai dengan kelas jalan yang diwakilinya.

3. Simbol Area

Objek  simbol area yang digambar pada peta biasanya berupa ilustrasi dari objek yang ada di lapangan. Simbol area juga memiliki aturan tertentu dalam pemetaannya. Misalnya, area berupa sawah digambarkan dalam bentuk poligon tertutup yang di dalamnya terdapat simbol tanaman padi.

4. Simbol Warna

Simbol warna

Simbol warna digunakan pada peta dengan aturan tertentu. Tidak sembarang warna dapat digunakan untuk objek-objek tertentu karena aturan perpetaan telah ditetapkan. Misalnya warna perairan (sungai, danau dan laut) diberi warna biru, jalan diberi warna merah, dll. Warna ketinggian dan kedalaman disesuaikan dengan objeknya yang menunjukkan adanya perubahan secara teratur dan seterusnya. Misalnya, kedalaman laut diberi warna biru dengan tingkat perubahan yang teratur dari biru terang ke biru gelap.

Garis Koordinat (Garis Astronomis)

Garis koordinat adalah garis khayal pada peta berupa koordinat peta dalam bentuk garis lintang dan garis bujur. Koordinat sangat penting pada peta karena akan menunjukkan lokasi pada peta dibanding lokasi lainnya di permukaan bumi serta menggambarkan karakteristik suatu lokasi atau wilayah yang dipetakan. Contohnya suatu lokasi yang terletak pada lintang tropis (ditengah peta dunia) akan memiliki karakteristik iklim tropis, seperti Indonesia.

Latihan



Kamis, 11 Agustus 2022

1.3.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.3

Kaitan peran pendidik dalam mewujudkan pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Profil Pelajar Pancasila pada murid-muridnya dengan paradigma inkuiri apresiatif (IA)

oleh : Ahmad Sarip CGP A5

Menurut KHD, pendidikan yang ditujukan bagi warga Bangsa Timur harus mengedepankan humanis, kerakyatan, dan kebangsaan. Tiga hal inilah yang menjadi dasar seruan KHD untuk mendidik bangsa dan mengarahkannya ke arah politik kebangkitan atau kemerdekaan. 

Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa guru menghormati dan menerima siswa sebagaimana adanya. Hal inilah yang dinamakan pendidikan humanistik yang juga sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Pendidik menuntun tumbuh kembang anak bukan membentuk seperti keinginan pendidik. Anak memiliki kodratnya tersendiri
Menurut Ki Hajar Dewantara, Manusia Merdeka adalah manusia yang bersandar pada
kekuatan sendiri baik lahir maupun batin, tidak tergantung pada orang lain

Pendidikan itu adalah segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak; agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Salah satu langkah awal sebagai pendidik adalah bagaimana memaknai dan menghayati pribadi kita sebagai manusia yang merdeka untuk terus belajar

Perilaku guru dalam mendidik murid atau anak bangsa menjadi pegangan dan modal utama sehingga KHD menciptakan istilah yang kemudian sangat terkenal, yaitu: 
  • Ing ngarsa sung tulada (di muka memberi contoh), 
  • Ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita), 
  • Tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya) 
Menamkan nilai dan peran guru penggerak merupakan langkah konkrit pendidik untuk menjadi pemimpin minimal sebagai pemimpin pembelajaran.

Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak. Sebagai pemimpin perubahan, Guru Penggerak diharapkan mulai berlatih dan mengadopsi kebiasaan berpikir sistem sebagai pendekatan holistik yang berfokus pada bagaimana bagian-bagian penyusun sebuah ekosistem pendidikan saling terkait dan bagaimana bagian-bagian tersebut dari waktu ke waktu bekerja secara simultan dalam konteks lain atau sistem lain yang lebih besar. Guna mewujudkan profil pelajar Pancasila

kata kunci yang terkait dengan nilai-nilai guru penggerak: (1) berpihak pada murid, (2) reflektif, (3) mandiri, (4) kolaboratif, serta (5) inovatif.
Roda Nilai Guru Penggerak
LMS CGP_Nilai-nilai Guru penggerak

Di masa mendatang, Guru Penggerak diharapkan dapat memainkan peran-peran memimpin perubahan dalam ekosistem pendidikannya masing-masing.

Peran Guru Penggerak yang dimulai dengan pendalaman Nilai-nilai Guru Penggerak dalam diri Guru Penggerak. Terdapat 5 peran Guru Penggerak yang akan diuraikan secara singkat di bagian ini.
Peran Guru Penggerak di lingkup kelas-sekolah dan lingkungan-masyarakat
LMS CGP_ Peran Guru Penggerak

Setelah memahami dasar pendidikan, nilai dan peran guru penggerak mulailah melakukan perubahan dengan membuat visi untuk diri sendiri dalam mencapai perubahan yang diinginkan.

Salah satu paradigma sekaligus model manajemen perubahan yang memegang prinsip psikologi positif dan pendidikan positif, dan pendekatan berbasis kekuatan ialah Inkuiri Apresiatif.
Dengan Inkuiri Apresiatif  dapat mengembangkan visi dan prakarsa perubahan yang telah disusun dengan pendekatan berbasis kekuatan.

Dalam pengembangannya digunakan model BAGJA yang merupakan Model manajemen perubahan yang merupakan akronim dari Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, Atur eksekusi sebagai terjemahan bebas yang diadaptasi dari model 5D sebagai bagian dari inkuiri
apresiatif (Define, Discover, Dream, Design, Deliver

Dengan paradigma inkuiri apresiatif (IA) mampu menggali lebih dalam kekuatan-kekuatan yang ada pada diri untuk mewujudkan visi dan prakarsa perubahan. 

Untuk menciptakan hal besar berawal dari mimpi yang besar dengan perencanaan yang berfikir positif dengan berlandaskan kekuatan diri bukan berawal dari permasalahan yang terjadi.

5 perubahan yang menurut Saya paling diperlukan sekolah demi mewujudkan visi murid merdeka dengan lebih efektif: ialah;
  1. Keaktifan murid dalam proses pembejaran
  2. Kemampuan teknologi digital pembelajaran 
  3. Kesiapan murid menghadapai pembelajaran yang berdiferensiasi
  4. Pelestarian budaya local
  5. Perbaikan budi pekerti agar lebih bermartabat

Salam dan Bahagia

Restitusi - Segitiga Restitusi

Segitiga Restitusi Sisi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity) Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas ana...